Berpikir dan Bernalar
Dalam pemakain sehari-sehari
kata “berpikir” sering disamakan dengan bernalar atau berpikir secara
diskursif atau kalkulatif. Kecenderungan in menjadi sangat besar dengan semakin
dominannya rasionalitas ilmiah-teknologis atau rasionalitas instrumental. Akan
tetapi emnurut Sudarminata, sesungguhnya berpikir lebih luas daripada bernalar.
(Basisi 05-06, 2000: 54). Seperti dikemukakan oleh Habermas, selain
rasionalitas ilmiah teknologis, masih ada rasionalitas tindakan komunikatif.
Dalam penalaran model rasionalitas yang pertama, pikiran menyibukkan diri dari
penemuan sarana yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Benar
salah dalam konteks in dilihat darisukses-gagalnya apa yang dipikirkan,
dioperasionalisasikan secara teknologis. Adapun penalaran model rasionalitas
yang kedua, adalah arahnya saling memahami.
Menurut
Sudarminata, bernalar adalah kegiatan pikiran untuk menarik kesimpulan dari
presmis-premis sebelumnya yang sudah diketahui. Bernalar dapat mengambil bentuk
induktif, deduktif, ataupun abduktif, penalaran induktif merupakan proses
penarikan kesimpulan yang berlaku umum (universal) dari rangkaian peristiwa
yang bersifat khusus (partikular). Sebaliknya penalaran deduktif adalah
penarikan kesimpulan khusus berdasarkan hukum atau pernyataan yang berlaku
umum. Adapun penalaran abduktif (suatu istilah yang diperkenalkan oleh
Charles S. Pierce) adalah penalaran yang
terjadi dalam merumuskan suatu hipotesis berdasarkan kemungkinan adanya korelsi
antara dua atu lebih peristiwa yang sebelumnya sudah diketahui. Sebagi contoh,
kita semua mengetahui bahwa pohon semangak dikebun kita adalah semangka
non-biji; sewaktu makan sioang kita mendapatkan semangka non-biji. Mungkin
semangka yang disediakan di rumah makan tersebut adalah semangka dari kebun
kita.
Kegiatan bernalar merupakan aspek yang sangat penting dalam
berpikir. Akan tetapi, menyamakan berpikir dan bernalar, seperti yang dikatakan
Sudarminta, adalah sebuah penyempitan konsep berpikir. Penalaran adalah
kegiatan berpikir seturut asas kelurusan berpikir atau sesuai dengan hukum
logika. Penalaran sebagai kegiatan berpikir logis belum menjamin bahwa
kesimpulan yang ditarik atau pengetahuan yang diihasilkan pasti benar walaupun
penalarannya betul atau sesuai dengan asas-asas logika, kesimpulan yang ditarik
bisa salah jika premis-premis yang mendasari penarikan kesimpulan itu ada yang
salah. Dalam menalar memang belum ada benar-salah. Yanga da adalah
betul-keliru, sahih atau tidak sahih. Tolak ukur penilaiannya adalh asas-asas
logika atau hukum penalaran.
Daftar
Pustaka: Sobur, Alex, 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar