Rabu, 21 Desember 2016

Masjid Sebagai Basis Sistem Pendidikan



Masjid Sebagai Basis Sistem Pendidikan
Masjid memiliki peran strategi secara doktrin dan historis dalam perjuangan dakwah Islam. Masjid adalah rumah ibadah kaum muslimin yang di dalamnya terdapat orang-orang yang bersih tubuh, jiwa, hati dan pikirannya karena rajin solat. Masjid merupakan simbol politik kehadiran islam disuatu kawasan, sebagai tempat ibadah, sekaligus memiliki fungsi akademis. Semua keturunan Nabi Ibrahim dibesarkan dan dididik dalam lingkungan masjid. Kita membaca kisah Nabi Ibrahim dari jalur Sarah, nabi terkait dengan Masjid Al-Aqsho, mulai keturunan Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Dawud, dan Nabi Sulaiman, keluarga Imran, Nabi Zakariya, Nabi Yahya, Maryam, dan Isa Almasih. Sedangakn keturunan Nabi Ibrahim dari jalur Ibunda Hajar, yakni keturunan Nabi Ismail hingga Nabi Muhammad saw. Terkait dengan masjidil haram.
Nabi mengajarkan agama Allah di rumah-Nya yakni masjid. Ketika rasulullah hijrah ke madinah, hal yang pertama di bangun adalah masjid. Dimana adalah salah satu sudut terpenting, yang dikenal dengan as-shuffah, digunakan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Sudut itu juga berfungsi sebagai tempat penginapan bagi sahabat yang miskin dan belum menikah. Jumlah para sahabat yang tinggal di shuffah itu (dikenal dengan sebutah ahlu-shuffah) menurut ibnu taimiyah berkisar 400 orang, sedangkanmenurut qatadah jumlah mereka sekitar 900 orang. Praktik pengelolaan mesjid pada zaman Rasulullah Saw. Menjadi preseden bagi para Khalifah (pemimpin) dan bagi para pejuang islam sesudahnya. Penggunaan mesjid sebagai tempat ibadah dan sebagai fungsi akademis (sebagai tempat pendidikan) berlanjut terus, baik dilakukan oleh penguasa islam secara resmi, bangsawan, hartawan, dan dengan swadaya masyarakat pada umumnya. Di masjid diajarkan Al-Qur’an dan Hadits, bahasa dan sastra Arab, tafsur, dan Qiraat, fikih, kalam, astronomi, dan kedokteran. Sekitar awal abad ke-X, mesjid sebagai lembaga pendidikan mulai dilengkapi dengan asrama. Tokoh yang terkenal sebagai pelopor pembangunan khan (pondok atau asrama) secara besar-besaran adalah Badr Al Hasanawayh Al-Kudri (w. 1014). Masjid khan menyediakan akomodasi geratis bagi para pelajar yang berasal dari luar kota dan menyediakan perbekalan makanan bagi mereka. Keberadaan khan juga bermanfaat untuk menjamu para musafir, ibn sabil, yang melakukan rihlah ilmiah atau jaulah dakwah.
Di Indonesia, sebutan pendidikan amsjid berasrama in dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren. Pola pesantren sebelumnya telah berkembang dalam tradisi Hindu dan Budha pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. Posisi strategis masjid dalam sistem pendidikan pesantren terutama dalam menanamkan integrasi watak pada diri pelajar. Integrotas ditandai dengan iman dan takwa kepada Allah swt, tawadhu dalam berinteraksi dengan sesama, wara dah zuhud terhadap dunia serta selalu bermujahadah dalam meraih ridho Allah swt. Mereka tidak pernah ragu untuk menyatakan kebenaran, tegas dan berani dalam menegakkan keadilan dan supremasi hukum.


Daftar Pustaka: Fadlullah, Dkk. 2013. Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Media Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar