Masjid Sebagai Basis Sistem Pendidikan
Masjid memiliki peran strategi secara doktrin dan historis dalam
perjuangan dakwah Islam. Masjid adalah rumah ibadah kaum muslimin yang di
dalamnya terdapat orang-orang yang bersih tubuh, jiwa, hati dan pikirannya karena
rajin solat. Masjid merupakan simbol politik kehadiran islam disuatu kawasan,
sebagai tempat ibadah, sekaligus memiliki fungsi akademis. Semua keturunan Nabi
Ibrahim dibesarkan dan dididik dalam lingkungan masjid. Kita membaca kisah Nabi
Ibrahim dari jalur Sarah, nabi terkait dengan Masjid Al-Aqsho, mulai keturunan Nabi Ya’kub,
Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Dawud, dan Nabi Sulaiman, keluarga Imran, Nabi
Zakariya, Nabi Yahya, Maryam, dan Isa Almasih. Sedangakn keturunan Nabi Ibrahim
dari jalur Ibunda Hajar, yakni keturunan Nabi Ismail hingga Nabi Muhammad saw.
Terkait dengan masjidil haram.
Nabi mengajarkan agama Allah di rumah-Nya yakni masjid. Ketika
rasulullah hijrah ke madinah, hal yang pertama di bangun adalah masjid. Dimana
adalah salah satu sudut terpenting, yang dikenal dengan as-shuffah,
digunakan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Sudut itu juga berfungsi
sebagai tempat penginapan bagi sahabat yang miskin dan belum menikah. Jumlah
para sahabat yang tinggal di shuffah itu (dikenal dengan sebutah ahlu-shuffah)
menurut ibnu taimiyah berkisar 400 orang, sedangkanmenurut qatadah jumlah
mereka sekitar 900 orang. Praktik pengelolaan mesjid pada zaman Rasulullah Saw.
Menjadi preseden bagi para Khalifah (pemimpin) dan bagi para pejuang islam
sesudahnya. Penggunaan mesjid sebagai tempat ibadah dan sebagai fungsi akademis
(sebagai tempat pendidikan) berlanjut terus, baik dilakukan oleh penguasa islam
secara resmi, bangsawan, hartawan, dan dengan swadaya masyarakat pada umumnya.
Di masjid diajarkan Al-Qur’an dan Hadits, bahasa dan sastra Arab, tafsur, dan
Qiraat, fikih, kalam, astronomi, dan kedokteran. Sekitar awal abad ke-X, mesjid
sebagai lembaga pendidikan mulai dilengkapi dengan asrama. Tokoh yang terkenal
sebagai pelopor pembangunan khan (pondok atau asrama) secara
besar-besaran adalah Badr Al Hasanawayh Al-Kudri (w. 1014). Masjid khan
menyediakan akomodasi geratis bagi para pelajar yang berasal dari luar kota dan
menyediakan perbekalan makanan bagi mereka. Keberadaan khan juga bermanfaat
untuk menjamu para musafir, ibn sabil, yang melakukan rihlah
ilmiah atau jaulah dakwah.
Di Indonesia, sebutan pendidikan amsjid berasrama in dikenal dengan
sebutan Pondok Pesantren. Pola pesantren sebelumnya telah berkembang dalam
tradisi Hindu dan Budha pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. Posisi strategis
masjid dalam sistem pendidikan pesantren terutama dalam menanamkan integrasi
watak pada diri pelajar. Integrotas ditandai dengan iman dan takwa kepada Allah
swt, tawadhu dalam berinteraksi dengan sesama, wara dah zuhud
terhadap dunia serta selalu bermujahadah dalam meraih ridho Allah swt.
Mereka tidak pernah ragu untuk menyatakan kebenaran, tegas dan berani dalam
menegakkan keadilan dan supremasi hukum.
Daftar
Pustaka: Fadlullah, Dkk. 2013. Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Jakarta: Media Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar