Yang
dimaksud dengan mahkum ‘alaih adalah mukallaf yang perbuatannya berhubungan
dengan hukum syar’i. atau dengan kata lain, nahkum ‘alaih adalah orang mukallaf
yang perbuatannya menjadi tempat berlakunya hukum Allah. Dinamakan mukallaf sebagai
mahkum ‘alaih adalah karena dialah yang dikenai (dibebani) hukum syara’. Jadi
ringkasnya, yang dimaksud dengan mahkum ‘alaih adalah orang atau si mukallaf
itu sendiri, sedangkan perbuatannya disebut dengan mahkum fih. Adapun
syarat-syarat mahkum ‘alaih adalah:
1.
Orang
tersebut mampu memahami dalil-dalil taklif itu dengan sendirinya, atau dengan
perantara orang lain. Karena orang yang tidak mampu memahami dalil-dalil itu
tidak mungkin mematuhi apa yang ditaklifkan kepadanya. Kemampuan memahami
dalil-dalil taklif hanya dapat terwujud dengan akal, karena akal adalah alat
untuk mengetahui yang ditaklifkan itu. Dfan oleh karena itu, akal adalah hal
yang tersembunyi dan sulit diukur, maka Allah menyangkutkan taklif itu kepada
hal-hal yang menjadi angapan adanya akal, yaitu baligh. Barangsiapa yang telah
baligh dan tidak kelighatan cacat akalnya berarti ia telah cukup kemampuannya
untuk dibebani taklif.
2.
Orang
tersebut “ahli” (cakap) bagi apa yang ditaklifkan kepadanya. “ahli” di sini
yaitu layak atau kepantasan yang terdapat pada diri seseorang. Misalnya, seseorsang
dikatakan ahli dalam menguurus wakaf, berarti ia pantas untuk diserahi tanggung
jawab untuk mengurus harta wakaf.
Daftar
pustaka: Koto, Alaidin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar