Selasa, 20 Desember 2016

Pendekatan dalam Memahami Kemiskinan



Pendekatan dalam Memahami Kemiskinan
Bank Dunia (1990) dan Chambers (1987) (dalam Mikkelsen, 2003: 193) memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan masyakarat yang diukur dalam standar hidup tertentu, yang mengacu pada miskin relatif yang melakukan analisi perbandingan di negara-negara kaya ataupun miskin. Ada tiga pendekatan ilmiah yang cukup populer dalam memahami kemiskinan adalah sebagai berikut (Oman Sukmana, 2005:49).
1.      Pendekatan cultural
Tokoh utama yang menggunakan pendekatan kultural adalah Oscar lewis dengan konsep cultural poverty. Lewis berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi yang berlangsung lama. Untuk menghilangkan kemiskinan lewis menyarankan agar orang-orang miskin bersatu dalam suatu organisasi. Sebagaimana lewis. Oman Sukmana (2005: 151) mengatakan bahwa setiap gerakan, baik gerakan bersifat religious, pasif, ataupun revolusioner yang mengorganisasikan dan memberikan harapan bagi orang miskin dan secara efektif mempromosikan solidaritas dan perasaan identitas yang sama dengan kelompok masyarakat yang lebih luas dapat menghancurkan sifat-sifat yang merupakan ciri utama orang-orang dari budaya kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi budaya miskin tersebut diperlukan lembaga yang memihak masyarakat miskin.
2.      Pendekatan situasional
Charles A. menggunakan situasi yang berbeda dari Lewis. Ia mengatakan bahwa mengubah keadaan orang-orang miskin  ke dalam keadaan yang lebih baik harus dilakukan secara stimultan dalam tiga hal, yaitu penambahan resource (kesempatan kerja, pendidikan dan lain-lain), perubahan struktur sosial masyarakat, perubahan di dalam subkultur masyarakat bmiskin. Sumber perubahan yang paling mungkin dilakukan menurut Valentine adalah gerakan-gerakan sosial untuk mmenghidupkan kembali keyakinan atau percaya diri para kelompok miskin.
3.      Pendekatan interaksional
Menurut Herbert J. Gans, perilaku dan ciri-ciri yang ditampilkan para kaum miskin merupakan hasil interaksi antara faktor kebudayaan yang tertanam di dalam diri orang miskin dan faktor situasi yang menekan. Gans berpendapat bahwa orang miskin bersifat heterogen. Ia menolak bahwa kebudayaan bersifat holistik yang elemennya hanya dapat berubah jika semua sitem budaya berubah. Menurutnya, pemecahan terahir masalah kemiskinan terletak pada usahan untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat orang miskin untuk menggunakan kesempatan yang tersedia, dan usaha untuk memberikan keyakinan menggunakan kesempatan yang tersedia walaupun kesempatan tersebut mungkin bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan dan sistem ekonomi, struktur kekuasaan, dan norma-norma serta asoirasi kelompok orang kaya yang ikut memungkinkan timbulnya kelompok orang miskin (Parsudi Suparlan, 2000:46).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar