Pendekatan dalam Memahami Kemiskinan
Bank Dunia (1990) dan Chambers (1987) (dalam Mikkelsen, 2003: 193)
memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan masyakarat yang diukur dalam
standar hidup tertentu, yang mengacu pada miskin relatif yang melakukan analisi
perbandingan di negara-negara kaya ataupun miskin. Ada tiga pendekatan ilmiah
yang cukup populer dalam memahami kemiskinan adalah sebagai berikut (Oman
Sukmana, 2005:49).
1.
Pendekatan
cultural
Tokoh utama
yang menggunakan pendekatan kultural adalah Oscar lewis dengan konsep cultural
poverty. Lewis berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu budaya yang
terjadi karena penderitaan ekonomi yang berlangsung lama. Untuk menghilangkan
kemiskinan lewis menyarankan agar orang-orang miskin bersatu dalam suatu organisasi.
Sebagaimana lewis. Oman Sukmana (2005: 151) mengatakan bahwa setiap gerakan,
baik gerakan bersifat religious, pasif, ataupun revolusioner yang
mengorganisasikan dan memberikan harapan bagi orang miskin dan secara efektif
mempromosikan solidaritas dan perasaan identitas yang sama dengan kelompok
masyarakat yang lebih luas dapat menghancurkan sifat-sifat yang merupakan ciri
utama orang-orang dari budaya kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi
budaya miskin tersebut diperlukan lembaga yang memihak masyarakat miskin.
2.
Pendekatan
situasional
Charles A.
menggunakan situasi yang berbeda dari Lewis. Ia mengatakan bahwa mengubah
keadaan orang-orang miskin ke dalam
keadaan yang lebih baik harus dilakukan secara stimultan dalam tiga hal, yaitu
penambahan resource (kesempatan kerja, pendidikan dan lain-lain), perubahan
struktur sosial masyarakat, perubahan di dalam subkultur masyarakat bmiskin.
Sumber perubahan yang paling mungkin dilakukan menurut Valentine adalah
gerakan-gerakan sosial untuk mmenghidupkan kembali keyakinan atau percaya diri
para kelompok miskin.
3.
Pendekatan
interaksional
Menurut Herbert
J. Gans, perilaku dan ciri-ciri yang ditampilkan para kaum miskin merupakan
hasil interaksi antara faktor kebudayaan yang tertanam di dalam diri orang
miskin dan faktor situasi yang menekan. Gans berpendapat bahwa orang miskin
bersifat heterogen. Ia menolak bahwa kebudayaan bersifat holistik yang
elemennya hanya dapat berubah jika semua sitem budaya berubah. Menurutnya,
pemecahan terahir masalah kemiskinan terletak pada usahan untuk mengetahui
faktor-faktor yang menghambat orang miskin untuk menggunakan kesempatan yang
tersedia, dan usaha untuk memberikan keyakinan menggunakan kesempatan yang
tersedia walaupun kesempatan tersebut mungkin bertentangan dengan nilai-nilai
kebudayaan dan sistem ekonomi, struktur kekuasaan, dan norma-norma serta
asoirasi kelompok orang kaya yang ikut memungkinkan timbulnya kelompok orang
miskin (Parsudi Suparlan, 2000:46).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar