Jumat, 02 Desember 2016

Dunia sebagai Kehendak



Hampir tanpa kecuali, semua filsuf sebelum schopenhaeur memandang kesadaran atau intelek atau rasio sebagai hakikat jiwa. Manusia disebut hewan yang berakal, sebagai animal rationale. Schopenheur mengkritik anggapan tersebut. Kesadaran dan intelek hanya merupakan permukaan jiwa kita. Seperti dulu banyak orang yang tidak mengetahui hakikat buki kecuali permukaannya, demikian pula para filsuf sekarang baru mengetahui permukaan jiwa, yakni intelek atau kesadaran, tetapi tidak mengetahu hakikat yang sebenarnya.
Di bawah intelek yang sesungguhnya terdapat kehendak yang tidak sadar, suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu kehendak dari keinginan yang kuat. Intelek memang kadang-kadang mengendalikan kehendak, tetapi hanya sebagai pembantu yang mengantar tuannya. “kehendak adalah orang kuat yang buta menggendong orang lumpuh yang melek”. Kita tidak menginginkan sebuah benda karena kita mempunyai alasan rasional untuk benda itu, melain kan kita mempunyai alasan yang bisa dibuat rasional karena kita menginginkan benda itu. Untuk kemenangan-kemenangan yang telah kita raih, kita mempunyai ingatan yang cukup panjang; tetapi untuk kegagalan-kegagalan yang telah menimpa kita, dengan segera kita lupakan. Orang bodohpun akan cepat mengerti jika objeknya merupakan objek yang diinginkannya. Pendek kata, intelek adalah alat keinginan. Kalaunintelek menggantikan keinginan, maka timbullah kebingungan. Tidak ada yang lebih mudah mendapat kekeliruan daripada orang yang bertindak berdasarkan refleksi.


Daftar Pustaka: Abidin Zainal, 2014. Filsafat Manusia (Memahami Manuisa Melalui Filsafat). Bandung: Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar