Antara Hikmah dan Filsafat
Secara bahasa, hikmah berate kebijaksanaan, atau aarti yang dalam.
Hikmah juga berarti mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan.
Ahli tasawuf mengartikan hikmah sebagaia penegetahuan tentang rahasia Allah
dalam menciptakan sesuatu. Ilmuwan hukum islam (ulama ushul al-fiqh)
mendefinisikan hikmah sebagai suatu motivasi dalam mensyariatkan hukum dalam
rangka mencapai kemaslahatan dan menolak kemudharatan. Misalnya, jual beli
dibolehkan dalam rangka memelihara keturunan. Meminum minuman keras diharamkan
dalam rangka memelihara akal. Membunuh diharamkan dalam rangka memelihara
nyawa. Mencuri diharamkan dalam rangka menjaga harta dan seterusnya. Mereka
berkesimpulan bahwa hikmah dari seluruh hukum yang ditetapkan oleh Allah adalah
kemaslahatan itu sendiri. Namun, dari egi kejelasan dan ukurannya, kemaslahatan
itu berbeda kualitasdan tingkatannya. Adakalanya ia bersifat jelas dan dapat
diukur dan berlaku untuk semua orang, dan adakalanya ia tidak jelas dan tidak
bisa diukur, sehingga sulit ditangkap oleh nalar manusia, sehingga diperlukan
pemikiran yang mendalam untuk mengetahui dan mengungkapkannya. Atas dasar
itulah agaknya, kebanyak penulis arab, termasuk para filsuf muslim menggunakan kata hikmah sebagaia sinonim dari
filsafat.
Para ahli berpendapat bahwa intisari filsafat ada dalam Al-Qur’an,
tetapi Al-Qur’an bukanlah buku filsafat. Maka, tidak salah bila dikatakan bahwa
hikmah adalah rahasia tersembunyi dari pembuat syariat (Allah), yang bisa
ditangkap oleh manusia melalui ilham yang dianugerahkan Allah ke dalam jiwa
manusia ketika yang bersangkutan bersih dari gangguan-gangguan hawa nafsu,
sementara filsafat adalah rahasia syariat yang ditemukan oleh mansuia melalui
upaya penalaran akalnya. Jadi, hikmah yang ditemukan oleh manusia itu bisa
disebut sebagai filsafat syariat, atau filsafat hukum islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar