Selasa, 20 Desember 2016

Antara Hikmah dan Filsafat



Antara Hikmah dan Filsafat
Secara bahasa, hikmah berate kebijaksanaan, atau aarti yang dalam. Hikmah juga berarti mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan. Ahli tasawuf mengartikan hikmah sebagaia penegetahuan tentang rahasia Allah dalam menciptakan sesuatu. Ilmuwan hukum islam (ulama ushul al-fiqh) mendefinisikan hikmah sebagai suatu motivasi dalam mensyariatkan hukum dalam rangka mencapai kemaslahatan dan menolak kemudharatan. Misalnya, jual beli dibolehkan dalam rangka memelihara keturunan. Meminum minuman keras diharamkan dalam rangka memelihara akal. Membunuh diharamkan dalam rangka memelihara nyawa. Mencuri diharamkan dalam rangka menjaga harta dan seterusnya. Mereka berkesimpulan bahwa hikmah dari seluruh hukum yang ditetapkan oleh Allah adalah kemaslahatan itu sendiri. Namun, dari egi kejelasan dan ukurannya, kemaslahatan itu berbeda kualitasdan tingkatannya. Adakalanya ia bersifat jelas dan dapat diukur dan berlaku untuk semua orang, dan adakalanya ia tidak jelas dan tidak bisa diukur, sehingga sulit ditangkap oleh nalar manusia, sehingga diperlukan pemikiran yang mendalam untuk mengetahui dan mengungkapkannya. Atas dasar itulah agaknya, kebanyak penulis arab, termasuk para filsuf muslim  menggunakan kata hikmah sebagaia sinonim dari filsafat.
Para ahli berpendapat bahwa intisari filsafat ada dalam Al-Qur’an, tetapi Al-Qur’an bukanlah buku filsafat. Maka, tidak salah bila dikatakan bahwa hikmah adalah rahasia tersembunyi dari pembuat syariat (Allah), yang bisa ditangkap oleh manusia melalui ilham yang dianugerahkan Allah ke dalam jiwa manusia ketika yang bersangkutan bersih dari gangguan-gangguan hawa nafsu, sementara filsafat adalah rahasia syariat yang ditemukan oleh mansuia melalui upaya penalaran akalnya. Jadi, hikmah yang ditemukan oleh manusia itu bisa disebut sebagai filsafat syariat, atau filsafat hukum islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar