Rabu, 28 September 2016

Pendidikan Multikulturalisme


                  Paulo Freire pakar pendidikan pembebasan (1989), bahwa pendidikan bukan ‘menara ganding’ yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Menurutnya, pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan masyarakat yang hanya menggunakan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya. Dengan pendidikan multicultural peserta didik mampu menerima perbedaan, kritik, dan memiliki rasa empati serta toleransi kepada sesama tanpa memandang golongan, status, gender, dan kemampuan akademis (Farida Hanum, 2005).
Pendidikan multikulturalisme adalah proses ppenanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah masyarakat yang pliral. Dengan pendidikan multikulturalisme diharapkan adanya kelentural mental bangasa dalam menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
Pendidikan multikulturalisme yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajran yang dirancang untuk budaya dari ras yang berbeda dalam sistem pendidikan. Pendekatan ini untuk mrngajar dan belajar diddasarkan pada pembangunan konsesnsus, menghormati dan mendorong pluralism budaya dalam masyarakat ras. Pendidikan multicultural mengakui dan menggabungkan keistimewaan ras positif ke dalam amosfer kelas. Sebenarnya pendidikan multikulturalisme merupakan fenomena yang relative barudi ndalam dunia pendidikan. Alhasil, dapat dikatakan sampai saat ini, bahwa wawasan multikulturalisme di Indonesia masih rendah. Sehingga sering terjadi konflik dan benturan tentang ras karena kurangnya pemahaman multikulturalisme.
                  Tujuan utama pendidikan multicultural adalah mengubah pendekatan pelajaran dan pembelajaran kea rah memberikan peluang yang sama. pada setiap anak. Jadi, tidak ada yang dikorbankan tanpa persatuan. Untuk itu, kelompok-kelompok harus damai, saling memahami, mengakhiri perbedaan, tetapi tetap menekankan pada tujuan umum untuk mencapai persatuan. Siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman dan keunikan itu dihargai. Hal itu berarti harus ada perubahan sikap, perilalu, dan nilai-nilai, khususnya civitas akademik sekolah. Ketika siswa berada diantara sesamanya yang berlatar belakang berbeda, mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi dan berkomunikasi sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka sebagai sesuatu yang memperkaya mereka.

Daftar Pustaka:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar