1. Tahap Eksistensi Manusia
- 1. Tahap estetis
Pada tahap in, manusia mengorientasikan hidupnya untuk mendapatkan
kesenangan. Pada tahap in manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual (libido)
dan biasanya bertindak menurut suasana hatii (mood). Tidak ada cinta, dan tidak
ada ketertarikan untuk mengikatkan diri dalam hubungan perkawinan. Cinta dalam
estetis tidak dibutuhkan karena menghambat “kebebasan”. Manusia estetis dapat
dikatakan sebagai “penonton objektif” kehidupan, artinya mereka tidak terlibat
dalam hal-hal penting untuk kelangsungan kehidupan. Manusia estetis tidak dapat
menjalankan kehidupannya dengan baik karena mereka hanya mengikuti perkembangan
zaman, dan mereka hanya memiliki dua pilihan dalam hidupnya yaitu: bunuh diri
(atau, juga bisa lari dalam kegilaan) atau masuk dalam tingkatan hidup yang
lebih tinggi, yakni tingkatan etis.
- 2. Tahap etis
Etis berarti mengubah pola hidup dari tahap estetis. Dalam tahap in
manusia mencoba menerima moral-moral dan norma-norma dalam kehidupannya dan
mulai melakukan “pertobatan”. Sifat estetis mulai dibuang jauh-jauh dalam
kehidupannya dan m ulai menghayatio sifat kemanusiaan yang universal. Jiwa
manusia etis sudah terbentuk dan tidak lagi hidup sesuai tergantung zaman. Manusia
etispun akan sanggup emnolak tirani yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Namun tahap etis belum mencapai eksistensi yang sesungguhnya baru
hanya berupa realitas fana, dan baru merasa bersalah saja belum sampai kepada
tahap tahap yang lebih tinggi yakni tahap religious.
- 3. Tahap religious
Tahap in adalah tahap paling sulitb dibandingkan dari tahap estetis
kepada tahap etis. Karena dalam tahap in rasional tidak diperlukan, namun
diperlukan keyakinan yang kuat dari individu itu sendiri. Pada tahap in
individu akan memiliki banyak hambatan, misalnya: paradoksalitas yaitu aturan-aturan Tuhan
tentang bagaimana menganggap-Nya ada, selanjutnya kecemasan yang mencekam, dan
ketakutan pada hal-hal yang tidak nyata dan tidak pasti. Maka hanya dengan
keyakinan pribadi yang berlandaskan iman, kita berani menceburkan diri dalam
Tuhan, dengan rasa aman dan bahagia.
Daftar
Pustaka: Abidin, Zainal. 2009. Filsafat Manusia (bmemahami Manusia Melalui
filsafat). Bandung: Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar