Senin, 10 Oktober 2016

Tahap Eksistensi Manusia



1. Tahap Eksistensi Manusia

  1. 1.      Tahap estetis

Pada tahap in, manusia mengorientasikan hidupnya untuk mendapatkan kesenangan. Pada tahap in manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual (libido) dan biasanya bertindak menurut suasana hatii (mood). Tidak ada cinta, dan tidak ada ketertarikan untuk mengikatkan diri dalam hubungan perkawinan. Cinta dalam estetis tidak dibutuhkan karena menghambat “kebebasan”. Manusia estetis dapat dikatakan sebagai “penonton objektif” kehidupan, artinya mereka tidak terlibat dalam hal-hal penting untuk kelangsungan kehidupan. Manusia estetis tidak dapat menjalankan kehidupannya dengan baik karena mereka hanya mengikuti perkembangan zaman, dan mereka hanya memiliki dua pilihan dalam hidupnya yaitu: bunuh diri (atau, juga bisa lari dalam kegilaan) atau masuk dalam tingkatan hidup yang lebih tinggi, yakni tingkatan etis.

  1. 2.      Tahap etis

Etis berarti mengubah pola hidup dari tahap estetis. Dalam tahap in manusia mencoba menerima moral-moral dan norma-norma dalam kehidupannya dan mulai melakukan “pertobatan”. Sifat estetis mulai dibuang jauh-jauh dalam kehidupannya dan m ulai menghayatio sifat kemanusiaan yang universal. Jiwa manusia etis sudah terbentuk dan tidak lagi hidup sesuai tergantung zaman. Manusia etispun akan sanggup emnolak tirani yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Namun tahap etis belum mencapai eksistensi yang sesungguhnya baru hanya berupa realitas fana, dan baru merasa bersalah saja belum sampai kepada tahap tahap yang lebih tinggi yakni tahap religious.

  1. 3.      Tahap religious

Tahap in adalah tahap paling sulitb dibandingkan dari tahap estetis kepada tahap etis. Karena dalam tahap in rasional tidak diperlukan, namun diperlukan keyakinan yang kuat dari individu itu sendiri. Pada tahap in individu akan memiliki banyak hambatan, misalnya:  paradoksalitas yaitu aturan-aturan Tuhan tentang bagaimana menganggap-Nya ada, selanjutnya kecemasan yang mencekam, dan ketakutan pada hal-hal yang tidak nyata dan tidak pasti. Maka hanya dengan keyakinan pribadi yang berlandaskan iman, kita berani menceburkan diri dalam Tuhan, dengan rasa aman dan bahagia. 


Daftar Pustaka: Abidin, Zainal. 2009. Filsafat Manusia (bmemahami Manusia Melalui filsafat). Bandung: Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar