Jika dunia merupakan kehendak, maka dunia adalah dunia penderitaan.
Alasannya, kehendak mengisyaratkan keinginan, dan apa yang diinginkan selalu
lebih besar dan lebih banyak daripada
apa yang diperoleh. Keinginan selalu tak berhingga, sedangkan pemenuhannya
selalu terbatas: “seperti sedekah yang diberikan kepada seorang pengemis, agar
ia bisa bertahan hidup hari ini, dan melanjutkan penderitaannya esok hari…
sepanjang kesadaran kita penuh denghan kehendak, sepanjang kita terperangkapp
oleh keinginan-keinginan kita, sepanjang kita tunduk pada kehendak kita, maka
kita tidak akan pernah mempunyai kebahagiaan atau kedamaian abadi.”
Pemenuhan tidak pernah memuaskan. “ Nafsu-nafsu yang terlampiaskan
lebih sering membawa ketidakbahagiaan daripada kebahagiaan. … Tuntutan nafsu
sering bertentangan dengan kesejahteraan
priadi kita, sehingga tuntutan-tuntutan tersebut justru membuat pribadi kita
lemah. “ setiap individu menanggung kontradiksi yang merusak dirinya; keinginan
yang terpenuhi menciptakan atau mengembangkan keiinginan baru yang lebih besar,
kemudian dengan demikian seterusnya tanpa ada batas.
Hidup adalah kejahatan, karena segera setelah keinginan dan
penderitaan hilang dari manusia, maka kebosanan menggantikan tempat keinginan
dan penderitaan. Jadi lebih menderita lagi. Dengan demikian “ hidup berayun
seperti mendulum, bergoyang kesana kemari diantara rasa sakit dan rasa bosan.
Setelah manusia berhasl mengubah segenap rasa sakit dan penderitaan ke dalam
konsepsi tentang neraka, maka tidak ada yang tersisa untuk surge selain
kebosanan.”…
Daftar Pustaka: Abidin, Zainal. 2014. Filsafat Manusia (Memahami
Manusia Melalui Flsafat). Bandung: Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar